Rabu, 13 Mei 2015

MAKALAH TAMADUN




KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan  puji syukur atas kehadiran Allah swt yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis dalam kesempatan yang mulia ini. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ BAHASA MELAYU & BAHASA INDONESIA “. Semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Sungguh indah karunia dan rahmat Allah Swt sehingga kami sebagai penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Walaupun masih banyak kesalahan dan kekurangan  dalam penulisannya karena pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki masih kurang. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dengan Dosen Pengampu Bapak H.FAISHAL SHADIK,S.H.I,M.S.I
Demikianlah penulisan makalah ini. Kami sebagai  penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat  membangun untuk perbaikan kedepannya. semoga  makalah ini dapat  bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal ’Alamin.

                        Tembilahan, Februari 2015



                                  Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................    I
DAFTAR ISI.........................................   II

BAB I   PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................    1
B. Rumusan Masalah.........................    1
C. Tujuan penulisan........................    2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Periodesasi Perkembangan Bahasa Melayu..  3
1. Bahasa Melayu Klsik..................    3
Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca..    5
2. Bahasa Melayu Modern.................    5
B.Perkembangan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia     6
C.Alasan Pemilihan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia     8

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................   10
B. Saran...................................   10

DAFTAR PUSTAKA.....................................   11

 







BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelebihan bahasa Melayu adalah salah satu bahasa di muka bumi ini yang sangat terbuka menerima unsur lokal (daerah yang dimasukinya) dan asing. Akan tetapi banyak ragam bahasa Melayu. Keterbukaan ini tidak saja mampu dan mau menyerap atau memungut kosakata bahasa asing, tetapi bahasa Melayu mampu pula membentuk kosakata baru sebagai dampak pertemuan bahasa asing dan bahasa asli. Ini merupakan karakter bahasa Melayu yang memang sejak dulu telah membentuk diri dalam sejarah yang sangat panjang. Beberapa sumber menyatakan bahwa penyebutan pertama secara tertulis istilah bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M. kemudian bahasa Indonesia diturunkan/diambil dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai Lingua Franca yaitu bahasa pergaulan.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari permasalahan diatas ,dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut: 
1. Bagaimana periodesasi perkembangan bahasa Melayu?
2. Apa yang menyebabkan bahasa Melayu dikenal sebagai lingua franca?
3. Bagaimana perkembangan bahasa Melayu ke bahasa Indonesia?
4. Apa alasan yang melatar belakangi bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui periodesasi perkembangan bahasa Melayu di Nusantara.
2. Untuk mengetahui alasan bahasa Melayu sebagai lingua Franca.
3. Untuk mengetahui perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.
4. Untuk mengetahui alasan yang melatar belakangi bahasa Melayu dijadikn bahasa Indonesia.
5. Untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Islam dan Tamaddun Melayu.


















BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
     Bahasa Melayu sebagai bahasa besar yang memiliki sejarah panjang hingga menjadi bahasa Nasional seperti wujud sekarang ini. Ahli sejarah mencatat ada 2 periode perkembangan bahasa Melayu. 
A. Periodesasi Perkembangan Bahasa Melayu
1. Bahasa Melayu Klasik   
Tahun 683 Masehi bahasa Melayu boleh dikatakan sepenuhnya merupakan bahasa lisan. Hal ini ketika bahasa tersebut nampaknya memperoleh pengaruh yang sangat dominan dari bahasa Sansekerta. Dibuktikan lagi masih langkanya bukti tertulis berupa prasasti atau naskah dalam kurun waktu itu, hal ini menunjukkan orang Melayu masa itu lebih suka berbahasa lisan dari pada mencatat.
Dalam perkembangan selanjutnya, akhir abad ke-7 bahasa Melayu mengalami perkembangan menjadi bahasa tulis, hal ini dapat dilihat dari ditemukannya situs-situs berbahasa Melayu seperti Talang Tuwo (684 M)didekat kota Palembang, Karang Berahi yang letaknya jauh di hulu sungai Musi dipedalaman Jambi dan di kota Kapur pulau Bangka bagian Barat (686 M) didaerah hulu sungai Merangin di pegunungan Minangkabau. Dan masa perkembangan ini dikenal dengan masa kerajaan Sriwijaya.[1]
Tahap perkembangan bahasa Melayu berikutnya masa pengaruh arab atau Islam pada abad ke-13. Pada masa ini, bahasa Melayu memperoleh pengaruh yang cukup dominan dari bahasa Arab dan kebudayaan Islam. Dibidang kesejarahan, pangaruh itu masih tertinggal bekasnya dalam berbagai naskah bahasa Melayu seperti sejarah, hikayat, silsilah, asal-usul, atau kisah. Mengingat kata-kata itu semuanya merupakan kata Arab. 
Selanjutnya, kira- kira abad ke-15 tradisi menuliskan pesan diatas batu tampaknya sudah mulai ditinggalkan. Dengan berakhirnya masa penulisan di atas batu maka sumber sejarah tertulis beralih ke lontar atau kertas. Pada abad ke-16 hingga abad ke-18 perkembangan bahasa Melayu dapat kita lihat berupa naskah karya sastra dan kumpulan daftar kata-kata (kamus).
Kadatangan bangsa Eropa ke Indonesia sedikit banyak menyebarkan pemakaian bahasa Melayu. Orang- orang Portugis yang datang ke Indonesia, baik untuk keperluan dagang maupun untuk penyebaran agama Katolik, memakai bahasa Melayu sebagai bahasa perantara pada waktu mereka berhubungan dengan pembesar-pembesar kerajaan di Indonesia. Salah satu diantara mereka ,Antonio Pigafetta, seorang ahli etnografi, pada tahun 1521 pernah datang ke Tidore yang ikut berlayar bersama Magellan. Dia sempat menyusun daftar kata atau kamus dwi bahasa Melayu-Portugis yang terdiri atas kira-kira 500 kata. Bahasa Malayu yang dibawa mereka ke Maluku adalah bahasa Melayu Malaka.  
Demikian juga halnya orang belanda yang datang ke Indonesia menggantikan orang Portugis. Mereka memakai bahasa Melayu didalam unsur perdagangan dan kebudayaan (pendidikan dan administrasi), termasuk penyebaran agama Protestan. Bahasa Melayu yang mereka pakai adalah bahasa Melayu Riau. Dari sumber- sumber tertulis masa perkembangan ini dikenal dengan sebutan masa kerajaan Malaka, sesuai dengan perkembangannya yang bermula dari Malaka ke Johor (Riau, Pahang, Lingga disemenanjung Malaka) hingga ke Indragiri pesisir Timur Sumatera.
Demikianlah, bahasa Melayu sudah dipakai secara Internasional sebagai alat komunikasi antar pembesar-pembesar kerajaan di Indonesia dengan orang- oaring asing.

Bahasa Melayu sebagai lingua Franca
Sejarah bahasa Melayu sebagai lingua Franca dimulai pada abad ke-7 Masehi. Perkembangannya telah dijelaskan diatas mulai dari penemuan prasasti-prasasti kerajaan Sriwijaya, dipakai sebagai bahasa untuk penyebaran agama, sarana berdagang, sebagai alat komunikasi antara pembesar kerajaan pada masa itu dengan orang asing yang datang ke Indonesia. Karena bahasa Melayu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada zamannya ,maka bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan antar bangsa-bangsa. Jadi, bahasa Melayu sebagai lingua Franca ialah dijadikan bahasa penghubung, bahasa pergaulan,bahasa perantara untuk melakukan komunikasi di zamannya.[2]

2. Bahasa Melayu Modern
Pengajaran Bahasa Melayu di sekolah- sekolah sejak awal abad ke-20 atau abad ke-19 semakin membuat popular bahasa ini. Ditambah lagi jumlah surat kabar yang beredar di Indonesia pada tahun sebelumnya yaitu tahun 1925 mencakup 200 surat kabar yang awalnya hanya 40 surat kabar pada tahun 1918, memberikan peranan penyebarluasan bahasa Melayu .Bahasa Melayu dalam ragam yang agak berbeda juga cepat berkembang. Dan pelopornya adalah kaum terpelajar Indonesia yang kebanyakan berasal dari dunia Melayu, saperti salah satunya “bahasa Melayu Balai Poestaka” atau “ bahasa Melayu Van Ophuijsen”.[3] Pendirian Balai Poestaka (1901) Sebagai percetakan buku- buku pelajaran dan sastra turut mengantarkan perkembangan bahasa Melayu yang beragama dari bahasa induknya ,bahasa Melayu Riau. Van Ophuijsen adalah orang Belanda yang menyusun ejaan Bahasa Melayu pada tahun 1901. Ejaan itu digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda yaitu menggunkan huruf latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan belanda antara lain:
a. huruf “ j” untuk menuliskan bunyi “y”. contoh, kata “yang” ditulis “jang”, kata payah ditulis “pajah”, kata sayang ditulis “sajang”, dll.
b. Huruf “oe” untuk menuliskan bunyi “u”. contoh, kata guru ditulis “goeroe”, kata itu ditulis “itoe”, kata utama ditulis “oetama”,dll.
c. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan tanda (‘). Contoh, kata ma’moer, ta’,pa’,dll.
Ia juga menjadi penyunting berbagai buku sastra terbitan Balai Poestaka. Dan menerbitkan kitab logat melajoe[4] dan Maleische Spraakkunst (Tata bahasa melayu). Dalam masa berikutnya ejaan ini mulai dikenal luas oleh kalangan orang- orang pribumi. Dan pemeliharaannya terjadi akibat meluasnya penggunaan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari.
     
B. Perkembangan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia
Menurut Gumpers dan Hymes, Bahasa adalah unsur yang terpadu dengan unsur-unsur lain didalam kebudayaan. Sejalan dengan itu, bahasa juga berarti sarana pengungkapan nilai-nilai budaya. Begitu pula bahasa Melayu sudah dipakai dimana-mana diwilayah nusantara serta makin berkembang kokoh keberadaannya. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi disebabkan perkembangannya dipengaruhi corak budaya daerah yang berbeda. Perjalanan yang panjang hingga mengantarkan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Karena tidak mudah bagi sebuah bangsa untuk menemukan bahasa resmi bangsanya kalau belum melewati tradisi besar. Sekurang-kurangnya bahasa itu telah dipakai dimasa silam baik dalam bentuk sastra maupun dalam bentuk pemikiran atau ilmu pengetahuan. Dan terpilihlah bahasa Melayu dengan tradisi besarnya pada masa silam.
Seringnya bahasa Melayu digunakan dalam rapat-rapat resmi oleh organisasi pada masa itu di pulau Jawa, seperti Boedi Oetomo yang didirikan oleh Wahiddin Soedirohoesodo tahun 1908 membuat pemakaian bahasa Melayu menjadi sebuah kebiasaan dan tak ada lagi yang menyuarakan keberataan. Hal ini yang mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia serta adanya kesadaran bahwa bahasa Nasional menjadi salah satu ciri kultural, yang kedalam menyatukan keberagaman dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.
 Oleh karena itu, berdasar hasil keputusan  seksi A no.8 Kongres II di Medan ,pada tanggal 28 oktober 1928 dalam sumpah pemuda, bahasa Melayu diwisuda menjadi bahasa Nasional Bangsa Indonesia sekaligus namanya menjadi Bahasa Indonesia.[5] Dan dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu disahkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di UUD 1945 disebutkan dalam pasal 36 bahwa “ Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia“.[6]
Setelah resmi menjadi bahasa Nasional, diadakan pembaharuan yang dulunya menggunakan ejaan Van Ophuijsen diganti dengan ejaan Soewandi/ ejaan Republik tahun 1947. Diberi nama ejaan Soewandi karena pada saat itu Soewandi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tidak banyak yang diubah dari ejaan sebelumnya, seperti bunyi hamzah dan sentak yang awalnya diberi tanda (‘), diubah menjadi huruf “k”. contoh, kata ta’ menjadi tak. Untuk kata berulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti lari2, jalan2,dll. Ejaan ini berlaku hingga tahun 1972 lalu digantikan oleh menteri pendidikan berikutnya menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) seperti yang kita gunakan saat sekarang.[7]       

C. Alasan Pemilihan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia
Alasan dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional[8] didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa tersebut :
1. Sejak lama telah dikenal sebagai Lingua Franca, dimengerti dan dipakai sebagai bahasa perdagangan, bahasa komunikasi,bahasa penghubung antar orang Indonesia berbagai suku bangsa dengan orang asing yang datang ke Indonesia untuk kepentingan dagang maupun untuk keperluan penyebaran agama.
2. Struktur sederhana sehingga mudah dimengerti dan dipelajari oleh orang Indonesia maupun orang asing serta bersifat terbuka menerima pengaruh luar untuk memperkaya dan menyempurnakan fungsinya.
3. Tidak memiliki tingkat tutur yang sulit.
4. Adanya semangat kesetiakawanan dan kebangsaan dari pemuda- pemuda Indonesia untuk menggunakan bahasa melayu dalam tuturnya. Hal ini terlihat dari kebiasaan organisasi- organisasi pada masa itu menggunakan bahasa Melayu dalam rapat- rapat resmi gerakan nasional.
5. Bersifat demokratis dan mudah menyesuaikan diri dalam menghadapi tuntutan kemajuan zaman . 
6. Adanya kerelaan dan keikhlasan suku Jawa dan Sunda untuk menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional.    

















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapar ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa Melayu mengalami perkembangan dalam 2 peroide yang cukup panjang hingga menjadikan bahasa itu bahasa Nasional. Periode pertama dikenal dengan istilah masa Melayu Klasik, dengan perkembangannya berawal dari kerajaan Sriwijaya hingga masa kerajaan Malaka di Johor, Lingga dan Riau. Dan periode kedua dikenal dengan masa Melayu Modern berlangsung pada abad ke-20, yag didominasi oleh bahasa Melayu Balai Poestaka atau bahasa Melayu Van Ophuijsen.
2. Perkembangan yang amat pesat dan luas megantarkan bahasa Melayu sebagai Lingua Franca yaitu dijadikan bahasa penghubung di zamannya.
3. Pada tanggal 28 0ktober 1928 diwisudalah bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional dalam Sumpah Pemuda dengan beberapa alasan pengangkatan diantaranya karena telah menjadi Lingua Franca, mudah dimengerti dan tidak memiliki tingkat tutur yang rumit.   
B. Saran
1. Kita sebagai generasi penerus bangsa hendaknya bisa melestarikan kebudayaan masa silam. Apalagi kita tinggal dan besar di bumi Melayu, hendaknya kita bisa mengenal dan mengetahui sejarah perkembangan bahasanya serta tetap melestarikannya.
2. Kita Sebagai penerus bangsa juga harus bangga berbahasa Melayu dibandingkan kita harus gemar berbahasa asing.
DAFTAR PUSTAKA
Budisantoso.1998.Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya. Pekanbaru: Pemerintah Provinsi Riau Tingkat I

E.K.M Masinambow dan Paul Haenen.2002.Bahasa Indoesia dan Bahasa Daerah.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI Jakarta
James T.Collins.Bahasa Melayu Dunia.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Muhsin,Ahmadi.1990.Sejarah dan Standarisasi Bahasa Indonesia.Bandung: Sinar Baru
Muhammad Hasan Al-Aydrus.1997.Penyebaran Islam di Asia Tenggara.Jakarta: Lentera

Sumber Lain:
http://www.google.com/wikipedia.org/ejaan_Van_Ophuijsen=s&q, diakses pada selasa, 10 Februari 2015 pukul 20.35

 
http://id.wikipedia.org/wiki/ejaan_republik=s&q, diakses pada senin,23 Februari 2015 pukul 14.21





[1] Muhsin,Ahmadi, Sejarah dan Standarisasi Bahasa Indonesia.(Bandung: Sinar Baru. 1990).h.26
[2]E.K.M Masinambow dan Paul Haenen,Bahasa Indoesia dan Bahasa Daerah.(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI Jakarta.2002).h.21
[3]http://www.google.com/wikipedia.org/ejaan_Van_Ophuijsen=s&q, diakses pada selasa, 10 Februari 2015 pukul 20.35  
[4]Muhammad Hasan Al-Aydrus,Penyebaran Islam di Asia Tenggara.(Jakarta: Lentera.1997).h.56
[5]James T.Collins, Bahasa Melayu Dunia.(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia).h.1
[7]http://id.wikipedia.org/wiki/ejaan_republik=s&q, diakses pada senin,23 Februari 2015 pukul 14.21   
[8]Budisantoso, Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya.( Pekanbaru: Pemerintah Provinsi Riau Tingkat I.1998).h.14  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar