KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah
kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran Allah swt yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis dalam kesempatan yang
mulia ini. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ BAHASA MELAYU & BAHASA INDONESIA “. Semoga
makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Sungguh indah karunia dan rahmat Allah Swt sehingga kami sebagai penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Walaupun masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisannya karena pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki masih kurang.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
Pendidikan dengan Dosen Pengampu Bapak H.FAISHAL SHADIK,S.H.I,M.S.I
Demikianlah
penulisan makalah ini. Kami sebagai penulis bersedia menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk perbaikan kedepannya. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya
Robbal ’Alamin.
Tembilahan, Februari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................... I
DAFTAR ISI......................................... II
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.......................... 1
B.
Rumusan Masalah......................... 1
C.
Tujuan penulisan........................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Periodesasi
Perkembangan Bahasa Melayu.. 3
1. Bahasa Melayu Klsik.................. 3
Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca.. 5
2. Bahasa Melayu Modern................. 5
B.Perkembangan
Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia 6
C.Alasan
Pemilihan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................. 10
B.
Saran................................... 10
DAFTAR PUSTAKA..................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelebihan bahasa Melayu adalah
salah satu bahasa di muka bumi ini yang sangat terbuka menerima unsur lokal
(daerah yang dimasukinya) dan asing. Akan tetapi banyak ragam bahasa Melayu.
Keterbukaan ini tidak saja mampu dan mau menyerap atau memungut kosakata bahasa
asing, tetapi bahasa Melayu mampu pula membentuk kosakata baru sebagai dampak
pertemuan bahasa asing dan bahasa asli. Ini merupakan karakter bahasa Melayu
yang memang sejak dulu telah membentuk diri dalam sejarah yang sangat panjang.
Beberapa sumber menyatakan bahwa penyebutan pertama secara tertulis istilah
bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M. kemudian bahasa
Indonesia diturunkan/diambil dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu di Indonesia
kemudian digunakan sebagai Lingua Franca yaitu bahasa pergaulan.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari permasalahan diatas ,dapat
dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana periodesasi perkembangan bahasa Melayu?
2. Apa yang menyebabkan bahasa Melayu dikenal sebagai lingua franca?
3. Bagaimana perkembangan bahasa Melayu ke bahasa Indonesia?
4. Apa alasan yang melatar belakangi bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui periodesasi perkembangan bahasa Melayu di
Nusantara.
2. Untuk mengetahui alasan bahasa Melayu sebagai lingua Franca.
3. Untuk mengetahui perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia.
4. Untuk mengetahui alasan yang melatar belakangi bahasa Melayu
dijadikn bahasa Indonesia.
5. Untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Islam dan
Tamaddun Melayu.
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa Melayu dan Bahasa
Indonesia
Bahasa Melayu
sebagai bahasa besar yang memiliki sejarah panjang hingga menjadi bahasa Nasional
seperti wujud sekarang ini. Ahli sejarah mencatat ada 2 periode perkembangan
bahasa Melayu.
A. Periodesasi Perkembangan
Bahasa Melayu
1. Bahasa Melayu Klasik
Tahun 683 Masehi bahasa Melayu
boleh dikatakan sepenuhnya merupakan bahasa lisan. Hal ini ketika bahasa
tersebut nampaknya memperoleh pengaruh yang sangat dominan dari bahasa Sansekerta.
Dibuktikan lagi masih langkanya bukti tertulis berupa prasasti atau naskah
dalam kurun waktu itu, hal ini menunjukkan orang Melayu masa itu lebih suka
berbahasa lisan dari pada mencatat.
Dalam perkembangan selanjutnya,
akhir abad ke-7 bahasa Melayu mengalami perkembangan menjadi bahasa tulis, hal
ini dapat dilihat dari ditemukannya situs-situs berbahasa Melayu seperti Talang
Tuwo (684 M)didekat kota Palembang, Karang Berahi yang letaknya jauh di hulu
sungai Musi dipedalaman Jambi dan di kota Kapur pulau Bangka bagian Barat (686
M) didaerah hulu sungai Merangin di pegunungan Minangkabau. Dan masa
perkembangan ini dikenal dengan masa kerajaan Sriwijaya.[1]
Tahap perkembangan bahasa Melayu
berikutnya masa pengaruh arab atau Islam pada abad ke-13. Pada masa ini, bahasa
Melayu memperoleh pengaruh yang cukup dominan dari bahasa Arab dan kebudayaan
Islam. Dibidang kesejarahan, pangaruh itu masih tertinggal bekasnya dalam
berbagai naskah bahasa Melayu seperti sejarah, hikayat, silsilah, asal-usul,
atau kisah. Mengingat kata-kata itu semuanya merupakan kata Arab.
Selanjutnya, kira- kira abad ke-15
tradisi menuliskan pesan diatas batu tampaknya sudah mulai ditinggalkan. Dengan
berakhirnya masa penulisan di atas batu maka sumber sejarah tertulis beralih ke
lontar atau kertas. Pada abad ke-16 hingga abad ke-18 perkembangan bahasa Melayu
dapat kita lihat berupa naskah karya sastra dan kumpulan daftar kata-kata (kamus).
Kadatangan bangsa Eropa ke
Indonesia sedikit banyak menyebarkan pemakaian bahasa Melayu. Orang- orang Portugis
yang datang ke Indonesia, baik untuk keperluan dagang maupun untuk penyebaran
agama Katolik, memakai bahasa Melayu sebagai bahasa perantara pada waktu mereka
berhubungan dengan pembesar-pembesar kerajaan di Indonesia. Salah satu diantara
mereka ,Antonio Pigafetta, seorang ahli etnografi, pada tahun 1521 pernah datang
ke Tidore yang ikut berlayar bersama Magellan. Dia sempat menyusun daftar kata
atau kamus dwi bahasa Melayu-Portugis yang terdiri atas kira-kira 500 kata.
Bahasa Malayu yang dibawa mereka ke Maluku adalah bahasa Melayu Malaka.
Demikian juga halnya orang belanda
yang datang ke Indonesia menggantikan orang Portugis. Mereka memakai bahasa Melayu
didalam unsur perdagangan dan kebudayaan (pendidikan dan administrasi),
termasuk penyebaran agama Protestan. Bahasa Melayu yang mereka pakai adalah
bahasa Melayu Riau. Dari sumber- sumber tertulis masa perkembangan ini dikenal
dengan sebutan masa kerajaan Malaka, sesuai dengan perkembangannya yang bermula
dari Malaka ke Johor (Riau, Pahang, Lingga disemenanjung Malaka) hingga ke
Indragiri pesisir Timur Sumatera.
Demikianlah, bahasa Melayu sudah
dipakai secara Internasional sebagai alat komunikasi antar pembesar-pembesar
kerajaan di Indonesia dengan orang- oaring asing.
Bahasa Melayu sebagai lingua
Franca
Sejarah bahasa Melayu sebagai
lingua Franca dimulai pada abad ke-7 Masehi. Perkembangannya telah dijelaskan
diatas mulai dari penemuan prasasti-prasasti kerajaan Sriwijaya, dipakai
sebagai bahasa untuk penyebaran agama, sarana berdagang, sebagai alat
komunikasi antara pembesar kerajaan pada masa itu dengan orang asing yang datang
ke Indonesia. Karena bahasa Melayu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada
zamannya ,maka bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan antar bangsa-bangsa. Jadi,
bahasa Melayu sebagai lingua Franca ialah dijadikan bahasa penghubung, bahasa
pergaulan,bahasa perantara untuk melakukan komunikasi di zamannya.[2]
2. Bahasa Melayu Modern
Pengajaran Bahasa Melayu di
sekolah- sekolah sejak awal abad ke-20 atau abad ke-19 semakin membuat popular
bahasa ini. Ditambah lagi jumlah surat kabar yang beredar di Indonesia pada
tahun sebelumnya yaitu tahun 1925 mencakup 200 surat kabar yang awalnya hanya
40 surat kabar pada tahun 1918, memberikan peranan penyebarluasan bahasa Melayu
.Bahasa Melayu dalam ragam yang agak berbeda juga cepat berkembang. Dan
pelopornya adalah kaum terpelajar Indonesia yang kebanyakan berasal dari dunia
Melayu, saperti salah satunya “bahasa Melayu Balai Poestaka” atau “ bahasa
Melayu Van Ophuijsen”.[3]
Pendirian Balai Poestaka (1901) Sebagai percetakan buku- buku pelajaran dan
sastra turut mengantarkan perkembangan bahasa Melayu yang beragama dari bahasa
induknya ,bahasa Melayu Riau. Van Ophuijsen adalah orang Belanda yang menyusun
ejaan Bahasa Melayu pada tahun 1901. Ejaan itu digunakan untuk menuliskan
kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda yaitu
menggunkan huruf latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan belanda antara lain:
a. huruf “ j” untuk menuliskan bunyi “y”. contoh, kata “yang”
ditulis “jang”, kata payah ditulis “pajah”, kata sayang ditulis “sajang”, dll.
b. Huruf “oe” untuk menuliskan bunyi “u”. contoh, kata guru ditulis
“goeroe”, kata itu ditulis “itoe”, kata utama ditulis “oetama”,dll.
c. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan tanda (‘). Contoh,
kata ma’moer, ta’,pa’,dll.
Ia juga menjadi penyunting berbagai
buku sastra terbitan Balai Poestaka. Dan menerbitkan kitab logat melajoe[4]
dan Maleische Spraakkunst (Tata bahasa melayu). Dalam masa berikutnya ejaan ini
mulai dikenal luas oleh kalangan orang- orang pribumi. Dan pemeliharaannya
terjadi akibat meluasnya penggunaan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari.
B. Perkembangan Bahasa Melayu
menjadi Bahasa Indonesia
Menurut Gumpers dan Hymes, Bahasa
adalah unsur yang terpadu dengan unsur-unsur lain didalam kebudayaan. Sejalan
dengan itu, bahasa juga berarti sarana pengungkapan nilai-nilai budaya. Begitu
pula bahasa Melayu sudah dipakai dimana-mana diwilayah nusantara serta makin
berkembang kokoh keberadaannya. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul
dalam berbagai variasi disebabkan perkembangannya dipengaruhi corak budaya
daerah yang berbeda. Perjalanan yang panjang hingga mengantarkan bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia. Karena tidak mudah bagi sebuah bangsa untuk menemukan
bahasa resmi bangsanya kalau belum melewati tradisi besar. Sekurang-kurangnya
bahasa itu telah dipakai dimasa silam baik dalam bentuk sastra maupun dalam
bentuk pemikiran atau ilmu pengetahuan. Dan terpilihlah bahasa Melayu dengan
tradisi besarnya pada masa silam.
Seringnya bahasa Melayu digunakan
dalam rapat-rapat resmi oleh organisasi pada masa itu di pulau Jawa, seperti
Boedi Oetomo yang didirikan oleh Wahiddin Soedirohoesodo tahun 1908 membuat
pemakaian bahasa Melayu menjadi sebuah kebiasaan dan tak ada lagi yang
menyuarakan keberataan. Hal ini yang mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia serta adanya kesadaran bahwa bahasa
Nasional menjadi salah satu ciri kultural, yang kedalam menyatukan keberagaman
dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.
Oleh karena itu, berdasar hasil keputusan seksi A no.8 Kongres II di Medan ,pada
tanggal 28 oktober 1928 dalam sumpah pemuda, bahasa Melayu diwisuda menjadi
bahasa Nasional Bangsa Indonesia sekaligus namanya menjadi Bahasa Indonesia.[5]
Dan dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945,
karena pada saat itu disahkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Di UUD 1945 disebutkan dalam pasal 36 bahwa “ Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia“.[6]
Setelah resmi menjadi bahasa
Nasional, diadakan pembaharuan yang dulunya menggunakan ejaan Van Ophuijsen
diganti dengan ejaan Soewandi/ ejaan Republik tahun 1947. Diberi nama ejaan
Soewandi karena pada saat itu Soewandi menjadi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Tidak banyak yang diubah dari ejaan sebelumnya, seperti bunyi
hamzah dan sentak yang awalnya diberi tanda (‘), diubah menjadi huruf “k”.
contoh, kata ta’ menjadi tak. Untuk kata berulang boleh ditulis dengan angka 2,
seperti lari2, jalan2,dll. Ejaan ini berlaku hingga tahun 1972 lalu digantikan
oleh menteri pendidikan berikutnya menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
seperti yang kita gunakan saat sekarang.[7]
C. Alasan Pemilihan Bahasa
Melayu menjadi Bahasa Indonesia
Alasan dipilihnya bahasa Melayu
menjadi bahasa Nasional[8]
didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa tersebut :
1. Sejak lama telah dikenal sebagai Lingua Franca, dimengerti dan
dipakai sebagai bahasa perdagangan, bahasa komunikasi,bahasa penghubung antar
orang Indonesia berbagai suku bangsa dengan orang asing yang datang ke
Indonesia untuk kepentingan dagang maupun untuk keperluan penyebaran agama.
2. Struktur sederhana sehingga mudah dimengerti dan dipelajari oleh
orang Indonesia maupun orang asing serta bersifat terbuka menerima pengaruh
luar untuk memperkaya dan menyempurnakan fungsinya.
3. Tidak memiliki tingkat tutur yang sulit.
4. Adanya semangat kesetiakawanan dan kebangsaan dari pemuda- pemuda
Indonesia untuk menggunakan bahasa melayu dalam tuturnya. Hal ini terlihat dari
kebiasaan organisasi- organisasi pada masa itu menggunakan bahasa Melayu dalam
rapat- rapat resmi gerakan nasional.
5. Bersifat demokratis dan mudah menyesuaikan diri dalam menghadapi
tuntutan kemajuan zaman .
6. Adanya kerelaan dan keikhlasan suku Jawa dan Sunda untuk
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapar
ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa Melayu mengalami perkembangan dalam 2 peroide yang cukup
panjang hingga menjadikan bahasa itu bahasa Nasional. Periode pertama dikenal
dengan istilah masa Melayu Klasik, dengan perkembangannya berawal dari kerajaan
Sriwijaya hingga masa kerajaan Malaka di Johor, Lingga dan Riau. Dan periode
kedua dikenal dengan masa Melayu Modern berlangsung pada abad ke-20, yag
didominasi oleh bahasa Melayu Balai Poestaka atau bahasa Melayu Van Ophuijsen.
2. Perkembangan yang amat pesat dan luas megantarkan bahasa Melayu
sebagai Lingua Franca yaitu dijadikan bahasa penghubung di zamannya.
3. Pada tanggal 28 0ktober 1928 diwisudalah bahasa Melayu menjadi
bahasa Nasional dalam Sumpah Pemuda dengan beberapa alasan pengangkatan
diantaranya karena telah menjadi Lingua Franca, mudah dimengerti dan tidak
memiliki tingkat tutur yang rumit.
B. Saran
1. Kita sebagai generasi penerus bangsa hendaknya bisa melestarikan
kebudayaan masa silam. Apalagi kita tinggal dan besar di bumi Melayu, hendaknya
kita bisa mengenal dan mengetahui sejarah perkembangan bahasanya serta tetap
melestarikannya.
2. Kita Sebagai penerus bangsa juga harus bangga berbahasa Melayu
dibandingkan kita harus gemar berbahasa asing.
DAFTAR PUSTAKA
Budisantoso.1998.Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya.
Pekanbaru: Pemerintah Provinsi Riau Tingkat I
E.K.M Masinambow dan Paul Haenen.2002.Bahasa Indoesia dan Bahasa Daerah.Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI Jakarta
James T.Collins.Bahasa
Melayu Dunia.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Muhsin,Ahmadi.1990.Sejarah dan Standarisasi Bahasa Indonesia.Bandung: Sinar Baru
Muhammad Hasan Al-Aydrus.1997.Penyebaran Islam di Asia Tenggara.Jakarta:
Lentera
Sumber
Lain:
http://www.google.com/wikipedia.org/ejaan_Van_Ophuijsen=s&q, diakses
pada selasa, 10 Februari 2015 pukul 20.35
http://ingridelvina.blog.uns.ac.id/2014/09/14/sejarah_perkembangan_bahasa_indonesia/&hl=id&ei, diakses
pada sabtu,21 Februari 2015 pukul 21.21
http://id.wikipedia.org/wiki/ejaan_republik=s&q, diakses
pada senin,23 Februari 2015 pukul 14.21
[1] Muhsin,Ahmadi, Sejarah dan Standarisasi Bahasa Indonesia.(Bandung: Sinar Baru.
1990).h.26
[2]E.K.M Masinambow dan Paul Haenen,Bahasa Indoesia dan Bahasa Daerah.(Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI Jakarta.2002).h.21
[3]http://www.google.com/wikipedia.org/ejaan_Van_Ophuijsen=s&q, diakses pada selasa, 10 Februari 2015 pukul
20.35
[4]Muhammad Hasan Al-Aydrus,Penyebaran Islam di Asia Tenggara.(Jakarta: Lentera.1997).h.56
[5]James T.Collins, Bahasa Melayu Dunia.(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia).h.1
[6]http://ingridelvina.blog.uns.ac.id/2014/09/14/sejarah_perkembangan_bahasa_indonesia/&hl=id&ei, diakses pada sabtu,21 Februari 2015 pukul
21.21
[8]Budisantoso, Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya.( Pekanbaru: Pemerintah
Provinsi Riau Tingkat I.1998).h.14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar